Jumat, 24 Februari 2012

TEMPAT TERBUNUHNYA DAJJAL





Dari Abdullah Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda “Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi melakukan tawaf di Kaabah, lalu ada seorang berambut lebat yang meneteskan air dari kepalanya, lalu aku tanyakan siapakah ini, mereka menjawab, ”Ibnu Maryam as”, kemudian aku berpaling dan melihat seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak (tak bersinar). Mereka mengatakan, ”Ini Dajjal”. Dia adalah orang yang paling mirip dengan Ibnu Qathn, seorang laki-laki dari Khuza’ah.” [HR al-Bukhari, dan Muslim].
Dari Anas, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, Dajjal itu matanya terhapus (buta), tertulis di antara kedua matanya kafir, kemudian beliau mengejanya, kafir yang boleh dibaca oleh setiap orang muslim dan di antara kedua matanya terdapat tulisan “kafir” (HR Muslim) Pada hadis pertama di atas menyebutkan beberapa ciri fizikal dajjal, iaitu postur tubuhnya gemuk, kulitnya kemerah-merahan, sebelah matanya buta, matanya seperti buah anggur yang masak. Dan pada hadis kedua disebutkan ciri yang lain, iaitu tertulis huruf kafir di antara kedua matanya. Tanda itu boleh difahami oleh setiap muslim baik yang boleh membaca maupun yang buta huruf.
Ummu Syuraik bertanya kepada Rasulullah tentang hari dajjal : "Ya Rasulullah ke mana orang-orang Arab ketika itu?". Rasulullah menjawab "Jumlah mereka pada waktu itu terlalu sedikit. Mereka lari ke Baitulmaqdis menjumpai Imam (Imam Mahdi) mereka. Ketika Imam mereka sudah berdiri di depan untuk mengimamkan solat subuh, tiba-tiba datang Isa Bin Maryam. Imam itu mahu mundur untuk memberi peluang kepada Isa, tetapi Isa sambil memegang bahu Imam itu berkata : "Teruskanlah, sesungguhnya Iqamat dibacakan untuk engkau". Maka sembahyanglah mereka semua dibelakang Imam tadi. Selesai solat, Isa A.S. berkata kepada semua jemaah : "Bukakan pintu itu". Mereka membuka pintu Masjid itu, tiba-tiba Dajjal sudah berdiri di situ dan di belakangnya ada 70,000 orang Yahudi lengkap bersenjata. Melihat Isa A.S. ada di dalam masjid itu, Dajjal tiba-tiba sahaja cair seperti cairnya garam disirami air. Dajjal lari kerana ketakutan Isa terus sahaja mengejarnya kemudian menjumpai di Babu Luddi dan di situlah Isa A.S. membunuhnya. Orang-orang Yahudi cuba melarikan diri dan bersembunyi tetapi semua benda tempat mereka bersembunyi akan berkata-kata dengan izin Allah. Benda-benda dimaksudkan termasuklah dinding, batu, pokok, kayu dan termasuk juga sepohon pokok berduri (disebut pokok Yahudi).


Pintu masuk ke kota Lod. Tempat Dajjal akan dibunuh. Jauh tempat ini dari Jeruselem lebih kurang 45 km
Kawasan berbukit yang subur di kota Lod, kota yang berumur 2000 tahun

Lod (Bahasa Ibrani: לוֹד‎; Arab: اَلْلُدّْ‎, al-Ludd; Greco-Latin Lydda), juga dieja dan disebut Ludd, ialah sebuah bandar diDaerah Tengah, Israel, sekitar 20 kilometer di tenggara Tel Aviv dan 3 kilometer utara Ramallah. Pada akhir tahun 2007, kota ini berpenduduk 67,000 orang, di mana 80% daripadanya adalah dari kaum Yahudi, manakala 20% lagi dari umat Arab Palestin berikutan projek perluasaan tapak penempatan haram Yahudi. Nama lama kota ini, selama ribuan tahun, ialah Lydda, Lydea dan Al-Lydd, dan kota ini juga terkenal dengan nama Diospolis. Dalam Injil 1 Tawarikh 8 disebutkan bahawa kota ini menjadi tempat tinggal bagi Suku Bunyamin (anak kepada Nabi Yaakub a.s. dan adik kepada Nabi Yusuf a.s.). Kononnya, di tempat inilah Santo Peter menyembuhkan seseorang yang mengalami penyakit lumpuh, seperti yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 9: 32-38. Di kota ini ada sebuah gereja yang dikenali sebagai: Gereja Santo Georgius dan sebuah Masjid yakni: Masjid El-Chodr. Bahagian tempat peribadatan itu membentuk kompleks bangunan, gereja dan masjid itu juga memiliki pintu masuk yang unik. Kota ini dikenali kerana mempunyai sistem Bandar Antarabangsa yang mempunyai banyak persamaan dengan Bandar Tel Aviv yakni Bandar Ben Gurion. Setakat ini telah adanya jalan raya dan jalur KA yang menghubungkan kota ini dengan Tel Aviv. Lapangan terbang utama Israel, Lapangan Terbang Antarabangsa Ben Gurion (dahulunya dikenali sebagai Lapangan Terbang Lydda, RAF Lydda, dan Lapangan Terbang Lod) terletak di bandar ini. Mengikut perspektif Islam pula, di pagar/tembok Kota Lod inilah akan terjadinya pembunuhan Dajal oleh Nabi Isa a.s..


Dalam hadits Nawwas bin Sam’an yang panjang yang membicarakan kemunculan Dajjal dan turunnya Isa alaihissalam, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Ketika Allah telah mengutus al-Masih Ibnu Maryam, maka turunlah ia di menara putih di sebelah timur Damsyik dengan mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan waras dan zafaran, dan kedua telapak tangannya diletakkannya di sayap dua Malaikat; bila ia menundukkan kepala maka menurunlah rambutnya, dan jika diangkatnya kelihatan landai seperti mutiara. Maka tidak ada orang kafir pun yang mencium nafasnya kecuali pasti meninggal dunia, padahal nafasnya itu sejauh mata memandang. Lalu Isa mencari Dajjal hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas dibunuhnya Dajjal hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas dibunuhnya Dajjal. Kemudian Isa datang kepada suatu kaum yang telah dilindungi Allah dari Dajjal, lalu Isa mengusap wajah mereka dan memberi tahu mereka tentang darjat mereka di syurga.” (Shahih Muslim, Kita Al-Fitan wa Asyrathis Sa’ah, Bab Dzikr Ad-Dajjal 18:67-68) Aus bin Aus Ats-Tsaqafi meriwatkan bahwa Rasulullah shalallhu ‘alaihi wasallam bersabda, “‘Isa bin Maryam akan turun di Menara Putih sebelah timur Kota Damsyik.” (HR Thabrani) Menurut Ibnu Katsir Nabi Isa akan turun disisi menara sebelah timur Masjid Jamik Umawi iaitu di sebelah timur Damaskus/Damsyik. Menara tersebut telah diperbaiki pada zaman Ibnu Katsir iaitu pada tahun 741 Hijrah. Pembiayaanya diambil dari harta orang-orang Nasrani yang sebelumnye telah membakar menara tersebut. Hafiz Ibnu Katsir dalam an-Nihayah berkata, “Inilah pendapat yang lebih masyhur tentang tempat turunnya Isa, iaitu di menara putih di timur Damsyik. Dan saya telah melihat di sebagian buku bahwa Isa turun di menara putih sebelah timur Jami’ Damsyik. Mungkin inilah yang lebih valid dan bunyi riwayatnya, ‘Maka dia turun di atas menara putih yang ada di timur Damsyik’. Jadi rawi membuat redaksi sendiri sesuai dengan apa yang dia fahami. Dan di Damsyik tidak ada menara yang dikenali dengan menara timur kecuali menara yang berada di timur Jami’ Umawi dan inilah yang lebih cocok dan lebih sesuai kerana Isa turun pada saat didirikannya shalat…” (An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim I/192)


Menurut Sami bin Abdullah Al-Maghluts pula dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rosul (atlas sejarah nabi dan rosul) ada dua buah menara yang sangat mirip sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas. Kedua menara itu adalah menara Masjid al-Umawi (Umayyah) yang di bangun oleh al-Walid bin Abdul Malik (lihat atlas hadist karya Syauqi Abu Khalil) dan menara tembok damaskus. Kedua tempat tersebut memiliki kemiripan yang diduga disana lah Isa AS akan turun.

Sifat Dan Rupa Nabi Isa Alaihissalam Adapun sifat-sifatnya maka Nabi kita saw telah menyatakan bahawa Isa adalah laki-laki berperawakan sedang tidak tinggi tidak pendek, berwajah bulat, berkulit kemerah-merahan, berdada lapang, orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas’ud ast-Tsaqafi. Dari Abu Hurairah bahawasanya Rasulullah saw bersabda, “Antara diriku dengan Isa tidak ada nabi, dan sesungguhnya dia pasti turun. Jika kalian melihatnya maka kenalilah dia. Sesungguhnya dia berperawakan sedang, putih kemerah-merahan, dia turun di antara dua potong baju berwarna kekuning-kuningan, kepalanya seolah-olah menetes walaupun tidak basah, dia memerangi manusia di atas Islam, lalu dia mematahkan salib, membunuh babi dan menghapus jizyah. Pada masanya Allah menghancurkan semua agama kecuali Islam, dia membunuh al-Masih ad-Dajjal kemudian tinggal di bumi selama 40 tahun kemudian wafat dan kaum muslimin menshalatkannya.” (HR. Abu Dawud, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah) Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda, “Pada malam Isra’…. Dan saya bertemu dengan Isa. Lalu Nabi saw menjelaskan ciri-cirinya, ‘Orangnya sedang, kulitnya kemerah-merahan, seolah-olah dia habis mandi, saya melihatnya…’.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi) Dari Jabir bin Abdullah bahawa Rasulullah saw bersabda, “Saya bertemu dengan para nabi, ternyata Musa…. Saya melihat Isa bin Maryam, ternyata orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas’ud….” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi) Dari Abdullah bin Abbas Rasulullah saw menceritakan malam Isra’nya, beliau bersabda, “Saya melihat Isa berperawakan sedang kemerah-merahan berambut lurus….” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Wong Fei Hung (Pahlawan Negeri Tiongkok) Adalah Muslim Sejati, Tapi Pemerintah Komunis Menutupinya

Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.


Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama , dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.


Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amiin.

HUBUNGAN IMAN DAN ISLAM

 

RUKUN IMAN

Dalam menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan Arab yang berarti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah berdasarkan sebuah hadis yang bermaksud: 
“Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal dengan anggota”. (al-Hadis) Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain dari dirinya sendiri dan Allah swt, namun dapat diketahui oleh orang melalui bukti-bukti amalan.
Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat. Sebaliknya iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secocok dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri.
Firman Allah swt yang bermaksud:  “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah swt dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu”.  (al-Hujuraat 49:15)
Firman Allah swt lagi yang bermaksud:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu apabila disebut nama Allah swt maka terasa gerunlah hati mereka dan apabila dibaca kepada mereka ayat-ayat Allah swt, bertambahlah iman mereka dan kepada tuhan sahaja mereka bertawakkal. Mereka mendirikan solat, membelanjakan daripada apa yang kami beri rezki kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya”. (al-Anfal 8:2-4) Perkara yang menjadi asas atau pokok keimanan dalam Islam juga dikenali sebagai rukun-rukun Iman iaitu sebanyak enam perkara: 
  • Pertama: Beriman kepada Allah swt.
  • Kedua: Beriman kepada Malaikat.
  • Ketiga: Beriman kepada kitab-kitab.
  • Keempat: Beriman kepada Rasul-Rasul.
  • Kelima: Beriman kepada Hari Kiamat.
  • Keenam: Beriman kepada Qada” dan Qadar.
Sebagaimana firman Allah swt yang bermaksud:“Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah swt, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya dan Rasul-RasulNya.” (al-Baqarah 2:285) Juga sabda Nabi saw yang bermaksud:  “Iman itu ialah kamu beriman kepada Allah swt, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, Hari Akhirat, Qadar baik dan buruk”. (Riwayat Muslim)

KERAGUAN TERHADAP IMAN & RUKUN IMAN
Keraguan tentang iman dan rukun Islam boleh berlaku melalui empat bentuk sepertimana yang diperjelaskan oleh ulama’ iaitu;
1.            Jahil; iaitu seseorang yang tidak tahu tentang satu atau banyak perkara mengenai persoalan iman maka ia diistilahkan sebagai seorang yang jahil.2.            Syak; iaitu antara keyakinan dan keraguan yang boleh juga diukur melalui peratusan iaitu antara 50% yakin dan 50% keraguan.3.            Zan; iaitu yang diistilahkan sebagai kuat anggapan juga boleh dinisbahkan kepada 75% keyakinan dan 25% keraguan.4.            Waham; iaitu yang boleh dinisbahkan kepada 25% keyakinan dan 75% keraguan.
Daripada pembahagian kadar keraguan dan keyakinan seperti yang diperjelaskan di atas, bolehlah kita membuat kesimpulan bahawa apabila persolan iman seseorang itu diselami oleh perasaan jahil, syak, zan atau waham bermakna ia belum lagi boleh dikategorikan sebagai seorang yang beriman. Sebaliknya, seseorang yang mengucapkan dua kalimah syahadah disertai dengan cahaya keyakinan yang seratus peratus tanpa dicelahi oleh oleh mana-mana satu daripada keempat-empat bentuk keraguan diatas barulah ianya boleh dikatakan seorang yang beriman. Oleh itu, seseorang itu akan tidak akan merasakan kelazatan iman tanpa diresapi oleh sifat-sifat yang tertentu di dalam dirinya iaitu;
-          Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintainya daripada Allah dan juga Rasul-Nya.-          Menyintai sesuatu hanya kerana Allah.-          Takut berbalik daripada keimanan kepada kekufuran sepertimana ia takut dimasukkan ke dalam api neraka.
Nikmat keimanan yang dirasai oleh orang yang merasai kelazatan iman akan terpancar melalui amalannya. Maka seseorang yang telah pun merasai kelazatan iman tersebut tidak akan takut untuk menuturkan atau melafazkan perkara yang benar dan juga tidak akan sama sekali berdusta walaupun ketika ia menghadapi saat-saat kesulitan. Selain daripada itu, ia juga menyakini tentang segala ketentuan itu adalah dari Allah yang tidak dapat dihindarkan oleh kita yang bersifat makhluk-Nya.

 PERINGKAT-PERINGKAT IMAN 
Iman itu boleh bertambah dan berkurang. Malah iman seseorang boleh dihinggapi penyakit. Ada Iman sentiasa bertambah iaitu Iman para Nabi dan Rasul. Ada Iman yang tidak bertambah atau berkurang iaitu Iman para Malaikat. Ada Iman yang kadang-kadang bertambah dan ada ketikanya menurun iaitu Iman kebanyakan orang mukmin. Terdapat juga jenis Iman yang jarang-jarang bertambah tetapi banyak menurun iaitu Iman orang-orang yang fasik lagi jahat.
Iman terbahagi kepada
lima peringkat:
  • Iman Taqlid iaitu Iman ikutan. Orang yang beriman secara taqlid beramal semata-mata mengikut orang lain. Iman jenis ini merbahaya dan terdedah kepada kesesatan.
  • Iman Ilmu iaitu Iman yang berdasarkan semata-mata kepada ilmu dan fikiran semata-mata dan ia tidak terpahat di dalam hati. Iman pada tahap ini juga terdedah kepada bahaya dan penyelewengan.
  • Iman A’yan iaitu Iman yang dapat dihayati sehingga ke lubuk hati. Iman pada tahap ini dimiliki oleh orang-orang soleh. Seseorang yang beriman pada tahap ini amalannya bertolak dari hati yang ikhlas untuk mencari keredhaan Allah swt. Iman kita juga sekurang-kurangnya berada pada tahap ini.
  • Iman Hak iaitu Iman yang hakiki yang terlepas dari godaan nafsu dan syaitan. Iman pada tahap ini dimiliki oleh golongan muqarrabin.
  • Iman Hakikat iaitu Iman peringkat yang paling tinggi yang boleh dicapai oleh manusia. Mereka yang memiliki Iman pada tahap ini hidup semata-mata untuk Allah swt.
HUBUNGAN IMAN DAN ISLAM  
Iman dengan makna tasdiq juga dinamakan akidah di mana rahsianya tidak diketahui sesiapa melainkan orang berkenaan dan Allah swt. Namun demikian manusia mempunyai sifat-sifat lahiriah yang dapat dilihat melalui tingkah laku manusia sama ada melalui percakapan atau perbuatan. Inilah yang menjadi ukuran keimanan seseorang. Adapun segala yang tersirat di dalam hatinya terserah kepada Allah swt. Iman yang melahirkan penyerahan diri kepada Allah itu juga disebut sebagai Islam. Ini bermaksud seseorang yang beriman hendaklah menyerah diri kepada Allah swt dengan menerima segala hukum dan syariat yang diturunkan Ilahi. Penyerahan dan penerimaan ini berlaku dengan dua perkara iaitu:- (i)      Dengan kepercayaan dan pegangan hati yang dinamakan Iman (akidah) (ii)    Melalui sifat-sifat lahiriah iaitu melalui perkataan dan perbuatan (amalan) dinamakan Islam. Nabi Muhammad saw telah juga menunjukkan penggunaan kalimah Iman dalam pengertian amal sebagaimana sabdanya yang bermaksud : “Iman terbahagi lebih enam puluh bahagian, yang paling tinggi ialah mengucap kalimah “Lailahaillallah” dan yang paling rendah ialah membuang benda-benda yang boleh menyakitkan orang di jalan”.  (Riwayat Muslim) Oleh yang demikian jelas di sini Iman dan Islam mempunyai hubungan yang rapat dan tidak mungkin dipisahkan. Islam umpama pohon, sementara Iman umpama akar pepohon kayu. Kesuburan dan kekuatan akar pokok tersebut dapat dilihat dengan kesuburan pokok pada daun, ranting dan dahannya.
Dalam menjelaskan tentang hubungan Iman dan Islam ini kita petik sebuah hadis sabda Nabi saw kepada rombongan Abdul Qias yang bermaksud: “Aku menyuruh kamu beriman kepada Allah swt yang Maha Esa. Apakah kamu mengerti apa dia yang dikatakan beriman kepada Allah swt yang Maha Esa “. Iaitu penyaksian bahawa tiada tuhan yang disembah melainkan Allah swt yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan menunaikan satu perlima daripada harta rampasan perang”.  (Muttafaqun ‘alaih)
Hadis di atas menjelaskan betapa adanya hubungan yang erat di antara iman dan Islam di mana Islam itu menjadi salah satu daripada perinsip Iman dan Iman pula dilahirkan melalui Islam secara amali, dengan iqrar syahadah dan melaksanakan hukum syariat dalam segala amalan. Sekiranya berlaku iqrar syahadah dan menunaikan fardhu sedangkan hatinya tidak yakin atau tidak percaya serta ragu-ragu terhadap hukum hakam Allah swt maka seseorang itu dihukum tidak beriman walaupun masih dinamakan Islam sebagaimana yang berlaku kepada sesetengah orang-orang Badwi di zaman Rasulullah saw.
Firman Allah swt yang bermaksud:“Orang Arab berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Kamu belum beriman’ (janganlah berkata demikian, sementara Iman belum lagi meresap masuk ke dalam hati kamu) berkatalah sahaja: ‘Kami telah Islam’”. (al-Hujuraat 49:14)
Kesimpulannya Iman itu melambangkan sesuatu yang batin sementara Islam melambangkan sesuatu yang zahir. Oleh itu iman dan Islam tidak boleh dipisahkan. Islam umpama pokok sementara Iman umpama akar. Ibadat solat merupakan batang kepada pokok itu sementara beriman kepada Allah swt merupakan akar tunjangnya di mana ia menjadi teras keimanan seseorang. Pemisahan Iman dan Islam samalah kita memisahkan pokok dari akarnya.

 SYARAT IMAN & ISLAM (TUNTUTAN IMAN TERHADAP PERLAKSANAAN RUKUN ISLAM)
Melalui pendedahan tentang ciri-ciri keimanan yang telah disebutkan dapatlah kita mengetahui tahap mana keimanan yang kita dokongi, adakah ianya seteguh gunung yang tersergam megah atau hanya seteguh istana pasir yang dibina akan musnah dan hancur apabila dipukul ombak. Maka dengan ini, Islam telah menggariskan beberapa syarat yang perlu dipenuhi sebelum seseorang itu di kategorikan sebagai beriman dan jika tidak memenuhi syarat tersebut maka jadilah ia seperti yang di istilahkan iaitu:
1-   Seseorang yang mengucapkan lailahaillallah dan yakin dengannya, tetapi tidak beramal atau amalannya tidak sempurna sebagaimana yang dikehendaki, maka golongan ini dinamakan sebagai mukmin yang fasik atau ‘asi (derhaka).2-   Seseorang yang yakin tetapi tidak mahu mengikrarkan kalimah lailahaillallah sama ada dengan beramal ataupun tidak, dikategorikan sebagai seorang yang kafir sepertimana yang berlaku terhadap Abu Jahal dan Abu Lahab.
3-   Seseorang yang mengucapkan lailahaillallah kemudian beramal dengan tuntutannya tetapi keyakinan dicelahi oleh keraguan adalah di istilahkan sebagai seorang yang munafik sepertimana keimanan Abdullah bin Ubay. 
Lanjutan dari ayat 14 dalam surah al-Hujuraat, ditegaskan pula tentang orang yang beriman yang diperincikan lagi melalui ayat dalam surah yang sama ayat 15:
“Sesungguhnya orang yang sebenarnya beriman, hanyalah orang-orang yang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (Al-Hujuraat 49:15)
Rentetan ayat di atas, keraguan seseorang dalam mengucapkan kalimah syahadah samada maksud kalimah tersebut atau tentang lain-lain rukun iman, haruslah dipelajari maksud dan tuntutannya. Maka dengan sebab itu, ucapan lailahaillallah mestilah dipelajari maksud dan tuntutannya kemudian difahami, diyakini (tanpa ragu-ragu) dan dihayati untuk diamalkan. 

KONSEP IHSAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN IMAN DAN ISLAM
Ihsan bermaksud bekerja dengan baik dan tekun. Dari segi syara’ bermaksud mengelokkan perbuatan zahir dengan ibadat dan mengelokkan perbuatan batin dengan ikhlas. Menurut kamus bahasa, Ihsan bermaksud membuat sesuatu yang baik. Al-quran menerangkan dengan meluas ciri-ciri Ihsan dan mereka yang bersifat muhsinin (berbuat kebaikan).
Antaranya firman Allah swt yang bermaksud :“Jika kamu berbuat kebaikan, maka faedah kebaikan yang kamu lakukan ialah untuk diri kamu dan jika kamu berbuat kejahatan maka (kesannya yang buruk) berbalik kepada diri kamu juga.”  (al-Isra’ 17:7)
Kedudukan Ihsan adalah tinggi di sisi Islam dalam konteks melengkapkan ciri-ciri keimanan dan keislaman individu dan masyarakat Islam seluruhnya. Al-Quran menerangkan bahawa Ihsan wajib menjadi tabiat manusia. Allah swt telah memberi ni’mat kepada manusia dengan Ihsan-Nya, maka manusia perlu Ihsan dengan ni’mat ini kepada makhluk. Firman allah swt yang bermaksud:“Dan berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah swt) sebagaimana Allah swt berbuat baik kepadamu (dengan pemberian ni’matNya yang melimpah-limpah.”  (al-Qasas :77)
Seseorang yang melakukan Ihsan akan merasa tenang yang tidak dapat dirasakan oleh orang lain dan orang yang menerima Ihsan itu sendiri merasa senang. Kasih sayang kepada pelaku Ihsan akan memberi kebahagiaan jiwa. Mereka yang membuat keburukan tidak akan mendapat ketenangan hidup. Oleh itu Allah swt telah memberi galakan supaya berbuat Ihsan sebagaimana firmanNya yang bermaksud: “Sesungguhnya Allah swt menyuruh kamu berlaku adil, dan berbuat ihsan (kebaikan), serta memberi bantuan kepada kaum karabat dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan keji dan mungkar serta zalim.” (al-Nahl :90)
Al-Quran mengangkat martabat Ihsan dengan begitu tinggi lebih-lebih lagi jika turut disertakan dengan ikhlas kepada Allah swt dan kedua-dua ini dianggap sebagai sifat yang paling tinggi dan mulia yang patut ada pada diri setiap muslim. Kesimpulannya kalau Iman itu umpama akar, Islam umpama pokok maka Ihsan pula umpama buah yang baik. Demikianlah hubungan di antara Iman, Islam dan Ihsan.

 KESAN AQIDAH ISLAM
Akidah Islam akan melahirkan seseorang atau masyarakat yang mempunyai kepribadian yang unggul yang akhirnya akan dijelmakan melalui tingkah-laku, percakapan dan gerak-geri hati seseorang atau sesebuah masyarakat. Akidah Islam yang telah meresap ke dalam jiwa dan lubuk hati sesseorang akan menimbulkan kesan-kesan positif di antaranya dapat kita gariskan seperti berikut:
        Akidah Islam melahirkan seorang yang yakin kepada Allah swt yang maha esa. Lantaran itu menggerakkan seluruh tingkah-lakunya, percakapannya dan gerak-gerinya untuk mencari keredhaan Allah swt. 
        Akidah Islam melahirkan Insan Soleh. Insan yang melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan segala jenayah dan kemungkaran. Akidah Islam melahirkan Insan yang mempunyai akhlak cemerlang dan terpuji. Mengikis sifat-sifat yang buruk dan melahirkan manusia yang bertaqwa, tawadhu’, ikhlas, redha, amanah dengan segala sifat terpuji yang lain di samping menyingkirkan sifat-sifat yang buruk seperti dengki, sombong, ria’, takabur dan seumpamanya yang boleh membawa masalah sosial dalam masyarakat. Akidah akan melahirkan seseorang atau sesebuah masyarakat yang optimis dan yakin kepada diri sendiri untuk bekerja bagi mencapai kejayaan di dunia di samping tidak lupa mencari keredhaan Allah swt supaya mendapat kebahagian di akhirat. Akidah Islam melahirkan Insan dan masyarakat yang teguh pendiriannya, mempunyai perinsip dan tidak mudah terpengaruh dengan persekitaran yang mengancam nilai dan akhlak manusia terutama dengan pelbagai pengarauh hasil kemajuan teknologi maklumat di zaman ini. Ia mampu membeza dan memilih nilai-nilai yang positif dan menolak nilai-nilai yang negatif yang boleh merosakkan keperibadian Insan dan masyarakat. Akidah Islam yang teguh mampu membawa manusia dan masyarakat maju ke hadapan dalam segala bidang. Sejarah membuktikan masyarakat Arab telah berubah daripada satu masyarakat yang tidak dikenali kepada sebuah masyarakat yang digeruni. Akidah Islam telah mengangkat darjah mereka. Mereka menguasai hampir separuh dari bumi ini. Mereka menguasai pentadbiran dan maju dalam pelbagai disiplin ilmu pengetahuan.  Akidah Islam membentuk manusia berlumba-lumba untuk melakukan kebajikan dan mencegah dari kemungkaran. Ini akan melahirkan masyarakat yang harmoni dan aman tenteram. Tiada jenayah atau pencerobohan ke atas sesiapa disebabkan mereka yakin kepada hari pembalasan. Akidah Islam akan melahirkan manusia yang tidak mudah putus asa atau hilang harapan. Iman di dalam hati akan memberi ketenangan yang luar biasa. Akidah Islam akhirnya melahirkan manusia yang sanggup berjihad ke jalan Allah swt walaupun harta dan nyawa menjadi taruhan. Bilal bin Rabah sanggup mati kerana mempertahankan akidahnya. Kelaurga Amar bin Yasir demikian juga. Demikianlah para sahabat sanggup mengorbankan harta dan nyawa untuk mempertahan dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Ini adalah kesan dari Akidah Islam yang meressap di dalam jiwa dan lubuk hati mereka. Akidah Islam yang ada dalam hati umat Islam kini mungkin tidak begitu mantap menyebabkan mereka tidak dapat mencapai kegemilangan sebagaimana umat Islam di zaman Nabi saw dan para Sahabat. Umat Islam pada hari ini begitu rapuh akidahnya. Lantaran itu mereka amat mudah terpengaruh dengan berbagai-bagai unsur negatif. Kemunduran umat Islam kini kerana mereka semakin jauh dari menghayati Akidah Islam yang sebenar.

 TAKRIF IMAN
 Iman jika diteliti dari segi bahasa memberikan erti kepercayaan atau tasdiq. Oleh itu, orang yang beriman dikatakan seorang yang percaya. Iman itu merupakan aqidah atau pokok dan di atasnya berdiri syariat Islam.
Manakala dari segi istilahnya pula boleh dimengertikan melalui sabda Rasulullah s.a.w. dalam hadits baginda yang menegaskan:
“Membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lidah dan diamalkan dengan jasad (anggota lahir).”
Dari hadith ini bolehlah difahami bahawa iman ialah membenarkan dengan hati secara putus (jazam), akan segala yang dibawa atau didatangkan oleh Rasulullah s.a.w. yang sabit secara nas qat’ie, diketahui kedatangannya itu adalah secara darurat (mudah).
Maka, ulama hadits & fiqh berpendapat dengan tegas bahawa iman adalah ‘tasdiq dengan hati, iqrar dengan lisan dan beramal dengan segala rukun’.
Oleh itu tanpa tiga syarat yang disebutkan tadi seseorang itu belum dikatakan mempunyai iman yang sempurna. Ketiadaan satu daripada ketiga-tiga syarat tadi bermakna statusnya daripada nama Islam bertukar dan nama lain akan diberikan kepadanya iaitu samada fasik, munafik atau kafir.     
TAKRIF ISLAM
 a) Islam secara lafziyan mempunyai makna:- Menundukkan wajah (Islam al wajhi)“Siapakah yang terlebih baik agamanya dari orang yang menundukkan mukanya kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan dan mengikut agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah mengangkat Ibrahim itu sebagai taulan/kesayangan (-Nya)” (An-Nisaa’ 4:125)
-          Berserah diri (Istislam)“Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepadanya mereka dikembalikan.” (Aali ‘Imraan 3:83)
-          Suci, bersih (As-salaamah)“Kecuali orang yang datang ke hadirat Allah dengan hati yang suci (bersih)” (Asy-Syu‘araa’ 26:89)
-  Selamat, sejahtera (As-salaam)“Apabila telah datang kepada engkau orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, maka ucapkanlah kepada mereka ‘salaamun alaikum’ (kesejahteraaan ke atas kamu)” (Al-An‘aam 6:54)
-   Perdamaian (As-salmu)“Maka janganlah kamu lemah dan menyeru kepada perdamaian, sedang kamu orang tertinggi (akan menang), dan Allah berserta kamu (menolong-mu) dan Dia tidak akan mengurangkan (pahala) amalanmu.” (Muhammad 47:35)
 b) Di dalam al-Quraan Islam disebut sebagai deen.“Sesungguhnya agama (deen) di sisi Allah ialah Islam” (Aali ‘Imraan 3:19)“Barangsiapa menuntut agama selain Islam maka tiadalah diterima daripadanya sedangkan ia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Aali ‘Imraan 3:85)
Abul ‘Ala Maududi di dalam bukunya ‘Prinsip-prinsip Islam’, deen mengandungi erti sistem kehidupan yang menyeluruh termasuk ibadah, kemasyarakatan, politik dan jihad. Islam mencakupi keseluruhan hidup dan Islam secara lengkap menyediakan keperluan manusia untuk mengatur hidup yang mudah difahami yang konsekuensinya bakal mengantar kepada kejayaan muslim.
Antara perkara asas yang ditegakkan dalam memahami Islam sebagai Deen
1.       Tunduk (al-khudu’) (24:51)2.  Wahyu Ilahi (53:4, 21:7) 3.  Deen para nabi dan Rasul (2:186, 3:84)4.       Ahkam Allah (5:48, 5:50)5.  Sirat al-Mustaqim (6:153)6. Keselamatan dunia akhirat (Salamatud dunya wal akhirah) (16:97, 2:200, 28:77)
Maka, makna Islam segara integral adalah aqidah, amal soleh dan ketundukan. Islam adalah ad-Deen yang berintikan iman & amal.

DEFINISI AQIDAH
 Perkataan akidah berasal dari perkataan bahasa Arab iaitu ‘aqada yang bererti ikatan atau simpulan. Perkataan ini juga digunakan pada sesuatu yang maknawi seperti akad nikah dan akad jual beli. Dari ikatan atau simpulan yang maknawi ini maka lahirlah akidah iaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara dari segi istilah, akidah bermaksud kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai.
Akidah menurut istilah syara’ pula bermaksud kepercayaan atau keimanan kepada hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh syara’ iaitu beriman kepada Allah swt, rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkara ghaibiyyat.  
 PENDIDIKAN AQIDAH
 Pendidikan akidah merupakan asas kepada pembinaan Islam pada diri seseorang. Ia merupakan inti kepada amalan Islam seseorang. Seseorang yang tidak memiliki akidah menyebabkan amalannya tidak mendapat pengiktirafan oleh Allah swt.
Ayat-ayat yang terawal yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw di Makkah menjurus kepada pembinaan akidah. Dengan asas pendidikan dan penghayatan akidah yang kuat dan jelas maka Nabi Muhammad saw telah berjaya melahirkan sahabat-sahabat yang mempunyai daya tahan yang kental dalam mempertahan dan mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Bilal bin Rabah tidak berganjak imannya walaupun diseksa dan ditindih dengan batu besar di tengah
padang pasir yang panas terik. Demikian juga keluarga Amar bin Yasir tetap teguh iman mereka walau berhadapan dengan ancaman maut.
Dari sini kita nampak dengan jelas bahawa pendidikan akidah amat penting dalam jiwa setiap insan muslim agar mereka dapat mempertahan iman dan agama Islam lebih-lebih lagi di zaman globalisasi yang penuh dengan cabaran dalam segenap penjuru terutamanya internet dan teknologi maklumat yang berkembang dengan begitu pesat sekali.  
Matlamat dan Objektif Pendidikan Akidah
 1.      Mengakui keesaan Allah swt
Matlamat utama pendidikan akidah Islam ialah mendidik manusia supaya mengakui keesaan dan ketunggalan Allah swt sebagai tuhan yang wajib disembah. Tiada sekutu bagiNya. Ini dijelaskan oleh Allah swt dalam firmanNya yang bermaksud :
“Katakanlah (wahai Muhammad) Dia ialah Allah Yang Maha Esa. Allah menjadi tumpuan sekelian makhluk untuk memohon sebarang hajat. Ia tiada beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada sesiapa yang setara denganNya” (al-Ikhlas 112:1-4)
Ayat di atas mendidik manusia supaya mengaku keesaan dan kekuasaan Allah swt. Ayat ini diturunkan di Makkah di awal perkembangan Islam. Oleh kerana akidah merupakan asas kepada kekuatan dan pembinaan Islam sebagai al-Din maka wahyu-wahyu yang terawal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw menjurus kepada pendidikan Akidah bagi menanam keyakinan yang teguh dalam jiwa manusia tentang keesaan Allah swt.
 2.      Melahirkan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah swt 
Pendidikan akidah juga penting untuk mendidik manusia supaya patuh dan tunduk kepada kebesaran dan keagungan Allah swt.
  3.      Membentuk keperibadian insan 
Sebagaimana acuan dapat membentuk dan mencorakkan air kandungannya maka demikianlah akidah dapat membentuk dan mendidik orang yang mengambilnya menepati dengan hakikat dan tabiat kemanusiaan yang tulen dan asli seperti yang dikehendaki oleh penciptanya. Pendidikan akidah dapat membentuk sifat-sifat nalurinya, akal fikirannya, iradahnya dan perasaannya.
Ringkasnya pendidikan akidah bermatlamat untuk membentuk nilai akhlak dan keperibadian seseorang insan yang akan mencorakkan suluk amali atau gerak laku amal perbuatan selaras dengan peranan dan tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah swt di muka bumi ini. Menurut Mohd Sulaiman Yasin (1987), Akidah Islam ialah akidah yang bersumberkan ketuhanan (akidah Rabbaniyyah) yang tetap, syumul, menyeluruh dan fitrah.
Tabiat akidah yang demikian ialah akidah yang kukuh dan teguh. Hanya akidah yang teguh sahaja dapat membentuk manusia yang teguh dan kukuh. Kekukuhan dan keteguhan akidah ialah kerana kekukuhan dan keteguhan ciri-ciri yang menjadi kandungan akidah itu, yang merangkumi segala hakikat iaitu hakikat ketuhanan, hakikat alam semesta dan hakikat kemanusiaan serta nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Kekukuhan akidah inilah yang akhirnya menjadi sumber kekuatan Islam.
 Itulah hakikat kekuatan umat Islam, kekuatan jiwa dan rohani serta peribadinya yang menjadi asas kepada kekuatan jasmaninya.  Di dalam sejarah kegemilangan umat Islam yang silam kita mendapati bahawa umat Islam di masa itu telah dibentuk dan dididik oleh akidah yang akhirnya melahirkan kekuatan yang sungguh kental dan luar biasa. Kita lihat sahaja kepada Bilal, bahawa akidah telah memberikan kekuatan kepadanya. Abdul Rahman bin Auf dan Usman bin Affan sanggup membelanjakan hartanya kerana mempertahankan Islam sehingga tiada apa lagi yang dimiliki melainkan Allah swt dan Rasul. Ali bin Abi Talib sanggup mempertaruhkan nyawanya kerana Rasulullah saw dan banyak lagi contoh-contoh yang ditunjukkan oleh para sahabat Rasulullah saw hasil dari pendidikan akidah yang mantap.

Kamis, 23 Februari 2012

FAKTA MENGEJUTKAN TENTANG WUDHU

Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudhu. Ia mengemukakan sebuah fakta yang sangat mengejutkan.
Bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka dari tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dari sini ia menemukan hikmah dibalik wudhu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudlu bukan hanya milik dan kebiasaan umat Islam, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan.

Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.
Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudlu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudlu, seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus dibasuh.

Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudlu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudlu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera tersimpul di bagian muka.
Berapa orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh kuping ini, dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Ke mana saja kaki ini gentayangan setiap hari?

Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam wudhu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.
Organ tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS al-Maidah [5]:6, adalah wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai mata kaki. Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa, air wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mata, penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang bersangkutan bersih dari dosa.
Kalangan ulama melarang mengeringkan air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis itu dikatakan bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air wudlu itu (ma’a akhir qathr al-ma’).

Wudlu dalam Islam masuk di dalam Bab al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya tayammum, syarth, dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah (pembersihan secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan keabsahan wudlunya.

Yang paling penting dari wudlu ialah kekuatan simboliknya, yakni memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang ‘bersih’ dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca mushaf Alquran. Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa yang secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan berkontradiksi dengan wudlu.

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKSTIF AL-QUR'AN


A.       Pendidikan Menurut al-Qur’an
al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.
al-Qur’an juga telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:
Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.
Imam Syafi’i pernah menyatakan:
Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.
Dari sini, sudah seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat.
Dalam al-Qur’an surat Thahaa ayat 114 disebutkan:
Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’.”
B.       Pemerolehan Pengetahuan dan Objeknya (Proses Pendidikan)
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai jendela pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:
Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.
Namun, pada dasarnya proses pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan:
Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.
Al-Qur’an membimbing manusia agar selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan.
Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.
Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.
Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja. Pengetahuan juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan apa yang tidak kamu lihat (39)”.
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:
Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.
Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama.
Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista.
Islam selalu mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 8 juga disebutkan:
Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”.
Dari sini dapat dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, manusia diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta. Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan manusia di muka bumi.
Dalam  al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 disebutkan:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Manusia tidak dianjurkan oleh Islam hanya mencari pengetahuan yang hanya berorientasi pada urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapkan tidak melupakan pengetahuan tentang urusan dunia. Meskipun kehidupan dunia ini hanyalah sebuah permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sebuah sandiwara raksasa yang diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia diharapkan mampu menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani realita kehidupan ini, termasuk dalam mencari pengetahuan.
Al-Qur’an surat al-An’aam ayat 32 menyebutkan:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.
Islam menghendaki agar pemeluknya mempelajari pengetahuan yang dipandang perlu bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 201 disebutkan:
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Kebaikan (hasanah) dalam bentuk apapun tanpa didasari ilmu, niscaya tidak akan terwujud. Baik berupa kebaikan duniawi yang berupa kesejahteraan, ketenteraman, kemakmuran dan lain sebagainya. Apalagi kebaikan di akhirat tidak akan tercapai tanpa adanya pengetahuan yang memadai. Karena segala bentuk keinginan dan cita-cita tidak akan terwujud tanpa adanya usaha dan pengetahuan untuk mencapai keinginan dan cita-cita itu sendiri.
C.       Pemanfaatan Pengetahuan (Orientasi Pendidikan)
Manusia memiliki potensi untuk mengetahui, memahami apa yang ada di alam semesta ini. Serta mampu mengkorelasikan antara fenomena yang satu dan fenomena yang lainnya. Karena hanya manusia yang disamping diberi kelebihan indera, manusia juga diberi kelebihan akal. Yang dengan inderanya dia mampu memahami apa yang tampak dan dengan hatinya dia mampu memahami apa yang tidak nampak. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:
Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”.
Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan.
Namun, di sisi lain manusia juga memiliki nafsu yang cenderung mendorong manusia untuk menuruti keinginannya. Nafsu jika tidak terkontrol maka yang terjadi adalah keinginan yang tiada akhirnya. Nafsu juga tidak jarang menjerumuskan manusia dalam lembah kenistaan. Dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53 disebutkan:
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”.
al-Qur’an menandaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik, yang mampu menciptakan lingkungan yang baik, kondusif, yang bermanfaat bagi seluruh alam. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Dalam al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 disebutkan:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Sabda Nabi saw.:
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat”.
Pisau akan sangat berguna ketika digunakan oleh orang yang berpikiran positif dan ahli dalam menggunakan pisau. Sebaliknya, ketika pisau digunakan oleh orang yang berpikiran negatif, niscaya bukan kemanfaatan dan kemaslahatan yang akan dihasilkan dari pisau itu, melainkan kemadharatan.
Demikian halnya dengan pengetahuan, ketika penggunaannya bertujuan untuk mencapai kemanfaatan niscaya pengetahuan itu pun akan bermanfaat. Namun sebaliknya, ketika pengunaan pengetahuan digunakan untuk kemadharatan, maka kemadharatan itulah yang akan didapat.
Ilmu pengetahuan adalah sebuah hubungan antara pancaindera, akal dan wahyu. Dengan pancaindera dan akal (hati), manusia bisa menilai sebuah kebenaran (etika) dan keindahan (estetika). Karena dua hal ini adalah piranti utama bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Namun, disamping memiliki kelebihan, kedua piranti ini memiliki kekurangan. Sehingga keduanya masih membutuhkan penolong untuk menunjukkan tentang hakikat suatu kebenaran, yaitu wahyu. Dan dengan wahyu manusia dapat memahami posisinya sebagai khalifah fil ardh.
Wahyu yang diturunkan kepada manusia tidak hanya berisikan perintah dan larangan saja, akan tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga membahas tentang bagaimana seharusnya hidup dan menghargai kehidupan. Dan tidak terlepas juga di dalam al-Qur’an dikaji tentang sains dan teknologi sehingga tidaklah berlebihan jika kita menyebutnya sebagai kitab sains dan medis
Namun, berbagai bentuk kemajuan sains dan teknologi serta ilmu pengetahuan tanpa didasari tujuan yang benar, niscaya hanya akan menjadi sebuah bumerang yang menghancurkan kehidupan manusia. Karena tidak jarang saat ini manusia malah mengalami kejenuhan, kehampaan jiwa, hedonisme, materialisme bahkan dekadensi moral yang tidak jarang pula implikasinya merugikan diri mereka sendiri bahkan lingkungan sekitar. Padahal dengan adanya kemajuan sains dan teknologi kehidupan manusia diharapkan menjadi lebih mudah, efisien, instan, yang bukan malah menimbulkan tekanan jiwa dan kerusakan lingkungan.
Dalam Islam telah digariskan aturan-aturan moral penggunaan pengetahuan. Apapun pengetahuan itu, baik kesyaritan maupun lainnya, teoritis maupun praktis, ibarat pisau bermata dua yang dapat digunakan pemiliknya untuk berlaku munafik dan berkuasa atau berbuat kebaikan dan mengabdi kepada kepentingan umat manusia. Pengetahuan tentang atom umpamanya, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan perdamaian dan kemanusiaan, tapi dapat pula digunakan untuk menghancurkan kebudayaan manusia melalui senjata-senjata nuklir.
Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi adalah akibat dari ulah manusia sendiri. Dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 41 disebutkan:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia”.
Manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab, yaitu tanggung jawab menjadi khalifah fil ardh. Kekhalifahan manusia adalah salah satu bentuk dari ta’abbud-nya kepada sang Khalik. Sedangkan ta’abbud adalah tugas pokok dari penciptaan manusia, sekaligus menggali, mengatur, menjaga dan memelihara alam semesta ini. Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85 disebutkan:
Sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman“.
Pemanfaatan pengetahuan harus ditujukan untuk mendapatkan kemanfaatan dari pengetahuan itu sendiri, menjaga keseimbangan alam semesta ini dengan melestari-kan kehidupan manusia dan alam sekitarnya, yang sekaligus sebuah aplikasi dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi. Dan pemanfaatan pengetahuan adalah bertujuan untuk ta’abbud kepada Allah swt., Tuhan semesta alam. Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka
Ahmad, al-Hajj, Yusuf. al-Qur’an Kitab Sains dan Medis. Terj. Kamran Asad Irsyadi. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta. 2003.
al-Qardawi, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Terj. Abad Badruzzaman. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta. 2001.
Aly, Noer, Hery & Suparta, Munzier. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. CV. Triasco. Jakarta. 2003.
Habib, Zainal. Islamisasi Sains. UIN-Malang Press. Malang. 2007.
Shihab, Quraish, M. Membumikan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2004.
_______________. Wawasan al-Qur’an. Mizan. Bandung. 2001.
Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Lintas Pustaka. Jakarta. 2006.